Siang itu, sabtu minggu ke dua di bulan Januari, Jam di tangan saya menunjukan pukul 12.30 siang. Suasanan di depan halte FKM UI lengang. Hanya ada beberapa motor yang sesekali berlalu lalang. Serombongan anak sekolah berseragam putih abu-abu alias Anak SMA datang dari arah gerbatama. Jumlah mereka sekitar 10 pasang siswa-siswi. Dengan menggunakan motor yang bersuara bising mereka melaju beriringan. Padahal sebentar lagi mereka akan menghadapi SNMPTN 2012 bagi yang kelas 3.
Tiba-tiba “Brakkk” terdengar suara tabrakan. Motor paling belakang dari rombongan itu tertabrak dari arah belakang.
“Aduh sakit….” seorang siswi SMA berperawakan kurus dan berwajah pucat mengaduh. Siswi ini salah satu rombongan tadi.
“Kamu nggak papa, sayang?” kini giliran siswa SMA yang memboncengkannya bertanya panik. Dimintanya gadisnya itu duduk di halte dimana saya juga duduk disitu. Sebenarnya sih saya lihat kakinya tidak kenapa- kenapa. Dia, siswa SMA tersebut, kemudian menghadang sang penabrak. Penabraknya tidak lain adalah siswa SMP.
Dengan wajah berang, siswa SMA mencengkeram kerah baju si siswa SMP yang kini sudah memucat.
“Mau lo apa? Lo liat, cewek gue kesakitan”.
Sementara itu, teman siswa SMA lainnya mengamati motor yang bertabrakan. Tiba-tiba dia memungut sesuatu. Seperti pecahan body motor. Dia lalu mengangsurkan benda temuannya itu pada kawannya yang sedang berang.
“Lo liat, motor gue rusak. Cewek gue sakit. Lo mau apa? Brani lo sama gue?”. Terlihat sekali dia berang dan ingin menghajar siswa SMP tersebut.
Saya lihat siswa SMP itu panik. Wajahnya semakin pucat. Dengan terbata-bata dia meminta maaf. Namun rupanya maaf saja belum cukup bagi siswa SMA itu.
“Motor gue rusak. Lo harus benerin!” bentaknya.
“Ampun, bang. Gue gak punya duit buat benerin motor abang.”
“Trus mau lo gimana? Mau gue laporin ke Polisi?”
“Jangan, bang…”
“Trus gimana? Lo lihat nih, motor gue sampai pecah.” Siswa SMA itu mengangsurkan pecahan body motor.
“Kita damai aja,bang. Ini gue bawa duti tapi nggak banyak.” Dikeluarkan olehnya segumpalan uang. Entah jumlahnya berapa saya juga tiak terlalu jelas. Dengan cepat, siswa SMA tadi menerima uang itu dan membiarkan siswa SMP berlalu. Setelah siswa SMP berlalu. Mereka tertawa terbahak-bahak.
Siswi SMA yang tadi meringis kesakitan juga tertawa.
“Lumayan buat bekal kita jalan. Padahal gue nggak tahu itu pecahan body motor siapa”
Mereka lalu berlalu, menyusul rombongan mereka yang sudah melaju sejak tadi. Tinggalah saya di halte itu sendiri. Masih tertegun menyaksikan semua yang terjadi.
Ini cerita nyata, dan baru saja terjadi. Miris rasanya. orang tua mereka tidak mengeluarkan uang beratus-ratus ribu hanya untuk menjadikan mereka preman.
Penulis : Anake BusriKejadian Premanisme Anak SMA seperti diatas tanggung jawab siapa pak Guru? orang tua? coba tanyakan pada hati nurani kita,, Solusi apa yang dapat kita ambil?
Bio : Penggemar kereta ekonomi kebumen-jakarta dan warteg
0 komentar:
Post a Comment
Baca Dulu Sebelum Komentar :
1. Gunakan Anonymous jika tidak mempunyai Blog/Web
2. Gunakan Nama/Url Jika Mempunyai Web/Blog
3. Gunakan Google Account Jika Sobat Blogger Juga
Selamat Menikmati Menu Kami........